Cerita Legenda Batu Menangis dari Kalimantan Barat
Cerita legenda batu menangis merupakan salah satu cerita rakyat yang sangat terkenal di Indonesia, terutama di Kalimantan.
Cerita legenda batu menangis ini menceritakan tentang seorang anak perempuan yang durhaka kepada orang tuanya.
Seorang anak yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya karena telah durhaka terhadap ibunya sendiri.
Adapun pesan tersirat di dalam cerita legenda batu menangis ini, yang bisa dijadikan pembelajaran kepada anak-anak.
Penasaran dengan ceritanya ? Simak ulasan cerita legenda batu menangis dibawah ini.
Awal Mula Cerita Legenda Batu Menangis
Pada zaman dahulu, ada seorang janda miskin beserta anak perempuannya yang bernama Darmi.
Mereka tinggal di sebuah bukit yang sedikit jauh desa.
Sang anak perempuan semata wayangnya ini memiliki rupa yang begitu menawan dan sering dibanggakannya oleh orang tuanya.
Meski demikian amad disayangkan karena sifatnya tak secantik dengan wajahnya.
Darmi merupakan seorang anak yang sangat pemalas, dan lebih gemar bersolek daripada membantu ibunya.
Setiap harinya ia hanya bercermin dikamarnya, untuk mengagumi kecantikan yang dimilikinya tersebut.
Bukan termasuk orang yang berkecukupan, ayahnya pun sudah meninggal dan hidup dengan ibunya yang tidak memiliki uang.
Untuk tetap bertahan hidup, sang ibu bekerja serabutan dari pagi hingga malam.
Perlakuan tidak baik pun juga didapatkan sang ibu dari para majikan-majikan ditempat beliau bekerja.
Berbeda dengan si Darmi, yang terus menerus mengagumi kecantikannya dan lebih sering mengeluh terhadap kondisi hidupnya.
Menurutnya, ia harusnya tinggal di sebuah istana raja.
Daripada tinggal di sebuah gubuk reot mengingat akan kecantikan dirinya.
Sembari mengeluh, dirinya melihat sekeliling ruangannya yang begitu memprihatinkan.
Di ruangan tersebut hanya ada selembar kasur yang sudah tidak layak, bahkan tidak ada meja rias hias yang didambakan.
Meski mengetahui kondisi ibunya yang bekerja keras membanting tulang.
Darmi tidak ada niatan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di rumah.
Tak sampai disana, sifatnya yang manja membuatnya merengek agar sang ibu menuruti permintaannya untuk mendapatkan sesuatu.
Contohnya saja baru terjadi minggu lalu, dimana ada seorang pekerja desa dari utara sungai memberikan undangan pesta perayaan untuknya.
Rengekan Sang Anak Kepada Ibunya
Usai menerima undangan tersebut, hati Darmi begitu gembira dengan membayangkan bila dirinya akan menjadi sorotan.
Dalam bayangannya, para tamu yang datang akan memandangi parasnya yang begitu jelita.
Para lelaki tentu akan memuji kecantikannya, sedangkan para wanita tentu akan iri terhadap parasnya yang begitu menawan.
Namun ia mengingat bahwa tak ada satupun pakaian pantas untuk dikenakan, sehingga ia merengek kepada sang ibu.
Sembari mendatangi ibunya yang sedang memasak.
Ia mengatakan bahwa ingin dibelikan sebuah pakaian cantik serta selendang baru.
Pakaian tersebut akan dipakai saat menghadiri pesta di desa utara sungai esok lusa.
Ia pun menambahkan, bila tidak ada satupun pakaian yang pantas dikenakan.
Padahal seminggu lalu ia baru saja dibelikan pakaian baru yang layak, namun merasa malu untuk mengenakannya.
Mendengar rengekan anaknya yang tiada henti.
Sang ibunda hanya bisa menghela nafas panjang dan berjanji akan membelinya di pasar esok hari.
Lagi lagi Darmi merengek untuk meminta uangnya saja, karena ingin pergi sendiri tanpa ditemani sang ibu.
Kemudian ibunya berkata bahwa beliau harus pergi bekerja pada pagi harinya untuk mendapatkan uang.
Barulah uang tersebut bisa digunakan untuk membeli baju.
Tak bisa menolak lagi, akhirnya ia hanya kembali ke kamar dengan menggerutu.
Pagi harinya mereka berdua telah bersiap menuju pasar.
Saat itu, Darmi mengenakan pakaian berwarna kuning yang terlihat mahal sedangkan sang ibu mengenakan pakaian lusuh.
Darmi kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat, yang membuat sang ibu tak bisa menyusul dan jauh di belakang.
Di tengah perjalanan, Darmi sempat disapa oleh beberapa orang yang menanyakan ingin pergi kemana dan siapa nenek di belakangnya tersebut.
Darmi hanya menjawab bila ia ingin ke pasar dan orang yang berada di belakang bukanlah ibunya.
Merasa tak ingin diberikan pertanyaan lebih mendalam, ia pun semakin mempercepat langkahnya.
Mendengar perkataan dari anaknya tersebut, sang ibu terkejut bukan kepalang dan mulai munculah rasa kecewanya.
Namun beliau masih menahannya, dan berharap Darmi akan merubah pikirannya tersebut.
Kondisi ini terus berulang, yang akhirnya membuat sang ibu sudah tidak tahan lagi.
Sayangnya harapan sang ibu terasa punah.
Lantaran sepanjang perjalanan, Darmi masih tidak mengakui bahwa beliau merupakan ibunya setiap bertemu dengan orang.
Tak tahan dengan sikap anaknya hingga bercucuran air mata.
Beliau pun menegur anak semata wayangnya tersebut dan bertanya.
Apakah sebegitu malunya dirinya mengakui bahwa beliau merupakan ibu kandungnya?
Padahal beliau telah melahirkannya hingga membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Mendengar pernyataan ibunya, Darmi kemudian menoleh dengan kesal dan membentak.
Ia mengatakan bila dirinya tidak minta dilahirkan oleh orang seperti beliau yang miskin.
Bahkan ia mengatakan bila dirinya tak pantas menjadi ibunya, yang memiliki wajah jelek nan keriput.
Darmi bahkan juga mengatakan bahwa beliau lebih cocok menjadi pembantunya bukan ibunya.
Usai mengatakan isi hatinya tersebut, Darmi kembali berjalan dengan angkuh sembari meninggalkan ibunya yang tengah terduduk di pinggir jalan.
Perasaannya yang remuk, membuatnya tak bisa lagi berkata kata selain mengadahkan kedua tangannya ke arah langit.
Rasa sakit yang tertanam dalam dirinya, membuat beliau mengucapkan kalimat kutukan sembari mengadu kepada Tuhannya.
Beliau mengatakan, bila dirinya tak tahan lagi untuk menahan hinaan yang dilontarkan sendiri oleh anak kesayangannya tersebut.
Anak semata wayangnya memiliki hati yang sangat jahat, dan sang ibu mengutuk anaknya untuk menjadi batu.
Siapa sangka bila doa yang dilontarkan sang ibu, dengan cepat dikabulkan oleh Tuhan.
Usai doa tersebut selesai dipanjatkan, secara mendadak langit berubah menjadi gelap.
Doa Dari Sang Ibu
Langit biru nan cerah tersebut kini berubah menjadi mendung.
Dengan kilat yang menyambar kesana-sini disertai dengan suara guntur yang begitu menggelegar.
Melihat perubahan cuaca yang begitu ekstrim, Darmi merasakan dirinya ketakutan dan mulai berlari menjauhi daerah tersebut.
Belum sempat berlari menyelamatkan diri, ia menyadari bila kedua kakinya telah berubah menjadi batu.
Mendapati kedua kakinya berubah menjadi batu dan tidak bisa digerakkan, Darmi menjerit ketakutan.
Perlahan pinggangnya pun turut berubah menjadi batu, yang membuatnya semakin ketakutan.
Ia pun meminta ampun kepada sang ibu, dan meminta maaf karena dirinya telah durhaka kepada orang tuanya.
Hanya saja penyesalan tersebut telah terlambat, karena sang ibu tidak mengabulkan permintaan anaknya.
Akhirnya keseluruhan tubuh Darmi telah berubah menjadi batu seutuhnya.
Batu jelmaan Darmi tersebut, nampaknya terus menitikkan air mata layaknya orang yang sangat menyesal.
Orang orang yang kemudian melihat adanya air mata yang mengalir dari batu tersebut, kemudian menyebutnya sebagai Batu Menangis.
Kesimpulan
Begitulah cerita legenda batu menangis dari Kalimantan yang sangat terkenal di Indonesia.
Adapun pesan positif bisa kita petik dari cerita legenda batu menangis ini.
Anak-anak tidak boleh durhaka apalagi terhadap orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan kalian.
Sebagai anak, harus lebih berbakti kepada orang tua serta membantu orang tua dalam melakukan sesuatu.
Sesusah apapun kondisi kehidupan kita, kita tetap harus mengakui orangtua kita yang telah melahirkan kita.
Titik kesabaran semua orang selalu ada batasnya, maka kita tidak boleh terus-menerus memberikan hinaan atau apapun itu.
Karena kejadian yang benar-benar tidak bisa ditoleransi lagi.
Akhirnya sang ibu pun mengutuk anaknya walaupun sang anak adalah anak semata wayangnya.
Adapaun pepatah “Hormati orang tua, karena surgamu berada di telapak kaki ibu.”
Maka dari itu, teruslah berbakti kepada orangtua agar hidup lebih diberkati oleh Tuhan dan mendapatkan restu dari orangtua.