Cerita rakyat si Pitung adalah cerita rakyat yang berasal dari Betawi atau DKI Jakarta.
Cerita rakyat si Pitung ini memang dibenarkan hingga rumah si Pitung sampai dengan saat ini masih dirawat oleh warga Betawi dan dijaga kebersihan dan kelestariannya.
Cerita yang sangat terkenal di Indonesia ini berawal dari perseteruan si Pitung dengan tuan tanah berkewarganegaraan China.
Dan kemudian menyeret nama Belanda yang kejam membunuh si Pitung karena telah melawan kejahatan mereka.
Yuk simak Cerita Rakyat si Pitung Jagoan dari Betawi dibawah ini.
Cerita Rakyat si Pitung, Jagoan dari Betawi
Pada zaman penjajahan, sebelum Indonesia merdeka lahirlah si Pitung dari pasangan Pak Piun dan Bu Pinah.
Pasangan ini terkenal sangat baik dan ramah kepada semua orang.
Mereka dikaruniai anak laki – laki yang sangat lucu dan kemuudian anak tersebut dinamai Pitung.
Seiring berjalannya waktu, Pitung tumbuh menjadi remaja yang tampan dan gagah.
Ia terkenal rajin dan ahli ibadah.
Sebagai pemeluk agama islam, si Pitung selalu rajin mencari ilmu yang baik.
Ia pun tekun bekerja membantu kedua orang tuanya.
Suatu hari, saat dirinya pulang dari kebun setelah membantu ayahnya.
Dia mendapati Babah Liem yaitu seorang keturunan China yang diduga adalah tuan tanah di desanya, sedang memarahi dan memukuli rakyat jelata yang bekerja padanya.
Lelaki yang dimarahinya itu diduga dipaksa membayar pajak yang terlalu mahal, sehingga lelaki tersebut tak memiliki uang sepeserpun untuk membayarnya.
Namun, Babah Liem tak mau tahu sehingga lelaki tua itu terus dipukulinya.
Melihat kejadian tersebut, Pitung sangat geram dan ingin membalas perbuatan Babah Liem yang terkenal sebagai tuan tanah.
Babah Liem memiliki banyak tanah dengan cara mendekati Belanda yang dirinya mau membayar pajak dengan tinggi.
Berniat membalas kejahatan Belanda dan Babah Liem, akhirnya Pitung berguru kepada Haji Naipin.
Haji Naipin ini adalah tokoh Betawi yang dikenal dengan keahlian ilmu bela diri yaitu pencak silat.
Melihat niat Pitung yang benar – benar ingin menumpas kejahatan, Haji Naipin pun menerima Pitung sebagai muridnya.
Berbagai jurus diajarkan pada si pitung.
Setiap hari, Pitung rajin berlatih di rumah Haji Naipin seusai membantu ayahnya.
Alhasil, Pitung menguasai banyak jurus yang tak mudah dikalahkan oleh lawan.
Setelah ilmunya ini mumpuni, si Pitung menantang kejahatan Babah Liem untuk tidak semena – mena kepada rakyat jelata.
Merasa tertantang Babah Liem mengajaknya berkelahi, namun Babah Liem yang dibantu oleh pengawalnya kalah.
Dan akhirnya kekalahannya ini disampaikan kepada pihak Belanda.
Pihak Belanda pun turut geram ingin sekali menangkap Pitung yang telah menantang kebijakan mereka.
Berita kemenangan Pitung melawan Babah Liem akhirnya didengar oleh banyak warga.
Pitung akhirnya ddidukung oleh banyak orang untuk melawan penjajahan.
Ia pun membentuk sebuah perguruan yang didalamnya mengajarkan agama islam dan berlatih ilmu bela diri.
Melihat rakyat masih terus menderita akibat pajak yang diterapkan oleh Belanda terlalu mencekik, akhirnya Pitung bersama pengikutnya mengabdikan diri ke rakyat jelata.
Pitung menyusun banyak rencana untuk mensejahterakan rakyat jelata yang sering kelaparan.
Kemudian, Pitung bersama pengikutnya menjalankan rencana untuk merampok para tuan tanah yang jahat dan semena – mena.
Hasil rampokannya ini kemudian dibagikan kepada para rakyat jelata.
Pitung bersama pengikutbya ini tak sepeserpun menggunakan hasil rampokan tersebut untuk dirinya sendiri.
“Anto, Sabeni, dan yang lain mulai hari ini kita akan merampok rumah para tuan tanah yang rakus dan tamak.” Kata Pitung kepada para pengikutnya.
Serempak pengikutnya menyanggupi perintah Pitung.
Mulai malam nanti akan mulai merampok rumah para tuan tanah yang jahat.
“Hai? Siapa itu?!” teriak Babah Regeth yang mengetahui ada sekawanan perampok menyatroni rumahnya.
Namun, kawanan si Pitung berhasil lolos dengan membawa perhiasan dari rumah tersebut.
Beberapa rumah tuan tanah berhasil disatroni dan mengumpulkan banyak hasil untuk dibagikan kepada rakyat jelata.
Namun, pada kesempatan lain Pitung tertangkap basah oleh pemilik rumah yang ia satroni.
Akhirnya, pemilik rumah mengabarkan pelaku perampokan ini kepada pejabat Belanda.
Pejabat Belanda, Schout Heyne kemudian sangat marah mendengar pelaku perampokan yang selama ini meresahkan keluarga penjajah adalah si Pitung.
Tanpa pikir panjang, Schout Heyne memerintahkan prajuritnya untuk menangkap si Pitung.
Namun, berkat kesaktian Pitung mereka tak dapat menangkapnya.
Schout Heyen sangat marah dan mulai mencari cara halus untuk memancing Pitung agar menyerahkan diri.
Pejabat Belanda ini kemudian berencana menculik ayah dan guru si Pitung yaitu pak Piyun dan Haji Naipan.
Tantara Belandapun berhasil menangkap keduanya dan mengancam akan memenggal kepala mereka jika Pitung tidak juga menyerahkan diri.
“Hai, Haji Naipan kami akan mati karena kamu telah mengajari Pitung ilmu – ilmu untuk melawan kebijakan kami.” Kata Schout Heyen yang marah sekali saat itu.
Haji Naipan hanya terdiam.
“Kamu juga, Piun! Kamu akan mati sia- sia sekarang ini.
Kamu akan aku penggal jika anakmu tak kunjung menyerahkan diri.” Ucap pejabat Belanda yang satu ini.
Kabar ditangkapnya Haji Naipan dan ayah si Pitung akhirnya didengar oleh Pitung dan pengikutnya.
Namun, Pitung tak serta merta menyerahkan diri kepada Belanda.
Ia memilih mengirimkan surat pada Pejabat belanda tersebut.
Ia meminta agar guru dan ayahnya dilepaskan.
Setelah dilepaskan ia akan menyerahkan diri.
Belanda pun tak kalah taktik.
Ia melepaskan ayah Pitung namun tak melepaskan Haji Naipan gurunya.
Belanda baru akan melepaskan Haji Naipan setelah Pitung menyerahkan diri.
Akhirnya, Pitung kembali mengajukan syarat.
“Aku akan menyerahkan diri tapi tidak untuk di penggal.
Aku akan menebus kesalahanku dengan mengembalikan harta – harta yang telah saya curi” Kata Pitung pada surat berikutnya.
Belandapun mengiyakan syarat tersebut.
Selang beberapa hari setelah surat persetujuan dari Belanda, pitung menyerahkan diri.
Namun, Pejabat Belanda mengingkari persetujuan sebelumnya.
Belanda justru menembakan banyak sekali peluru ke tubuh si Pitung.
Tubuh si Pitungpun bersimbah darah dan nyawanya tak terselamatkan.
Pad saat itu penjajah memanglah Jahat, ingkar akan janjinya dan selalu bengis terhadap warga jajahannya.
Akhirnya, Haji Naipin dan Ayah Piun membawa jenazah Pitung ke rumah dan menguburkannya.
Hingga saat ini, kuburan Pitung masih terawat dengan baik.
Tak hanya kuburannya, rumah Pitung dengan arsitektur adat Betawipun masih dirawat.
Sebagai bentuk menghargai Pitung yang telah berusaha melawan Belanda dan berkorban demi rakyat jelata.
Kesimpulan
Pesan moral dari Cerita Rakyat si Pitung adalah berbuat baik demi menegakkan keadilan walaupun harganya adalah kematian.
janganlah memiliki hati yang jahat seperti Babah Liem dan Scouth Heyen yang sudah tega merampas hak sesamanya.
Selain itu, jangalah kita menyalahi janji yang sudah dibuat seperti perjanjian Pitung dengan Scouth yang berjanji tidak akan membunuhnya.
Sebab, cara licik seseorang untuk mendapatkan kemenangan tidaklah baik.
Meskipun pihak Belanda berhasil membunuh Pitung.
Namun akan ada berbagai Pitung yang lain terus bermunculan melawan penjajahan hingga Indonesia merdeka.
Nama cerita rakyat si Pitung masih abadi menjadi dan akan diingat terus oleh masyarakat Indonesia.